Beberapa waktu lalu saya dibuat kagum pada
acara Kick Andy yang menghadirkan Wanderlust digagas
oleh tiga dara. Mereka menggagas bagaimana selain jalan-jalan juga peduli terhadap
lingkungan dan masyarakat. Kebanyakan orang saat melakukan sebuah perjalanan,
meraka tidak perduli akan keadaan sosial masyarakat tempat yang dikunjungi.
Ketika melakukan sebuah perjalanan,
adakah terbesit sebuah pertanyaan tentang nilai perjalanan bagi traveler dan
penduduk lokal? Kemudian apakah kita sebagai traveler memiliki kesadaran agar
lebih bertanggung jawab terhadap pariwisata lokal? Kegelisahan itulah yang melatar
belakangi Syahira Marina, Dini Hajarrahmah, dan Fany Ayuningtyas mendirikan
sebuah agen travel yang bernama Wanderlust.
Tak lama berselang, Warga Net dihebohkan
oleh tagline #ayokedamraman yang diinisiasi oleh komunitas dan
masyarakat Purwoasri. Generasi muda itu memiliki semangat yang kuat dalam
membangung dan memberdayakan potensi yang ada.
Enam tahun lalu, penulis pernah merasakan
nikmatnya bersepeda ria dan bakar ayam di Dam Raman. Dam raman tempo dulu hanya
sebagai tempat penuh eceng gondok, Area asyik bagi para pembegal, pencari
rumput, pemancing, dan mesum bagi orang-orang kurang biaya.
Kondisi tersebut tentu tidak berlaku lagi
saat ini, semua bahu membahu tua muda miskin kaya saling bergandengan tangan
memaksimalkan potensi wisata Dam Raman. Apakah itu semua sulit? Tentu tidak
jika dilakukan dengan bergotong royong.
Membangun dam raman dengan konsep Social
Travel Enterprice adalah salah satu solusi yang bisa ditawarkan, kita
bisa merekrut volunteers dari pemuda-pemudi desa, pegiat komunitas, dan
sudah seharusnya pemerintah.
Dengan konsep ini, pengunjung bisa
mempelajari dan mencoba berbagai hal yang ada di masyarakat semisal menanam
pohon, membuat kerajinan, memahami sejarah, mencicipi makanan khas, serta menjaga
kebersihan tempat wisata, dll.
Social Travel Enterprice akan mudah dilakukan jika pemerintah memberikan memberikan wadah
bagi masyarakat Purwo Asri untuk membuat souvenir khas dan kerajianan lainnya, meningkatkan
fasilitas dan diberikan ruang untuk berdagang yang permanen dan unik, pemuda-pemudi
di arahkan untuk memperindah dan merawat, serta pegiat komunitas
mengkampanyekan di media sosial.
Namun yang sangat disayangkan, kehadiran
pemerintah justru sebagai pahlawan kesiangan, setelah semuanya dilakukan secara
swadaya oleh masyarakat dan pegiat komunitas. Jauh sebelum itu potensi Dam Raman tak terjamah, sudah banyak artikel dan berita sepanjang tahun 2013 –
2017 baik cetak maupun elektronik yang mengingatkan pemerintah Kota Metro agar memaksimalkan
potensi wisata di pinggir kota tersebut.
Pemerintah Kota Metro disebutkan dalam surat
kabar bahwa sudah melirik potensi wisata ini, namun keterbatasan anggaran
selalu menjadi kambing hitam hingga semua hanya menjadi angan-angan belaka. Animo
Masyarakat metro untuk berwisata cukup tinggi, sehingga harus memiliki destinasi
wisata lain dan tidak hanya pusatkan pada satu lokasi.
Sinergi antara pemerintah, warga, dan
pegiat komunitas inilah yang dibutuhkan sedari dulu. Tak perlu disenggol baru semua bergerak, jangan mengatasnamakan
ini semua dengan nama pribadi sehingga semua bisa dipolitisasi.
Gerakan #ayokedamraman sejatinya telah mengingatkan kita akan sebuah hal bahwa “Tidak
ada yang tidak mungkin, jika dilakukan secara bersama-sama”. Dam raman
menggambarkan paradigma baru pariwisata dari, oleh dan untuk masyarakat.Saya
berterima kasih kepada warga dan komunitas yang telah mensukseskan gerakan #ayokedamraman sehingga telah turut serta menyelamatkan generasi bangsa dari
bahaya kurang piknik.
Saat ini masyarakat metro sudah bisa
menikmati indah dan sejuknya Dam Raman, melakukan aktifitas outbound, mengitari Dam Raman dengan bebek-bebekan dan perahu karet.Tentu gerakan #ayokedamraman belumlah sempurna, masih harus terus berbenah dan berinovasi untuk turut
serta mendukung pembangunan kota metrodengan tidak menggeser visi sebagai kota
pendidikan.
Penulis: Ilham Azzam Khairur Rizqi
Komentar